Dua Tersangka Korupsi Velodrome

Harian EQUATOR – Pontianak. Kasus dugaan korupsi pembangunan sirkuit balap motor di Batulayang yang menyeret Hersan Aslirosa, mantan Ketua DPDR Kota Pontianak periode 2004-2009 sebagai tersangka masih berkutat pada tahap penyidikan. Belum ada kepastian kapan akan dilimpahkan ke pengadilan.

“Sekarang masih penyidikan,” kata Hermawan Yudharisman SH, Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Pontianak kepada sejumlah wartawan di kantornya, Rabu (31/3).

Kejari Pontianak belum ada rencana dalam waktu dekat ini untuk melimpahkan kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 3 miliar tersebut ke Pengadilan. Padahal pihak Kejari sudah terhitung tujuh bulan menggarap kasus ini sejak 4 September 2009. Hersan baru ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Januari 2010. “Insya Allah dalam bulan April ini kita limpahkan ke tahap penuntutan,” janji Yuda, sapaan akrab Hermawan Yudharisman.

Pada tahap penuntutan, kasus itu akan dipelajari kembali oleh jaksa penyidik. Tak kurang lima jaksa penyidik ditunjuk oleh pihak Kejari untuk menanganinya. “Dari penuntutan biasanya makan waktu dua bulan untuk bisa dilimpahkan ke pengadilan,” beber Yuda.

Untuk saat ini, Kejari Pontianak masih harus melengkapi sejumlah berkas perkara. Termasuk di dalamnya mengambil keterangan dari sejumlah saksi yang diyakini mengetahui kasus tersebut.

“Sekarang sudah lebih 15 saksi yang diperiksa. Kita juga sudah mengirimkan surat kepada Gubernur untuk meminta izin memeriksa satu orang anggota DPRD Kota Pontianak,” kata Yuda.

Menurut Yuda, pemeriksaan terhadap anggota dewan Kota Pontianak itu sangat penting dilakukan. Sayangnya, sampai saat ini pihak Kejari Pontianak mengaku belum mendapatkan surat restu dari Gubernur. “Boleh dikatakan keterangan saksi ini cukup penting agar kita bisa menyakinkan hakim di pengadilan,” tukasnya.

Seperti diketahui, mencuatnya kasus pembangunan sirkuit Batulayang berawal dari audit regular Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemkot Pontianak, terutama pada item Bantuan Sosial (Bansos) tahun anggaran 2006, 2007, 2008 dan 2009. BPK menemukan ada indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 29, 94 miliar dalam pengelolaan Bansos tersebut.

Dari jumlah itu, sebanyak Rp 3 miliar digunakan untuk membangun sirkuit balap motor Batu Layang. Namun hingga sekarang, sirkuit tersebut tak kunjung terealisasi alias tak kunjung selesai dikerjakan.

Dana pembangunan sirkuit itu dikucurkan dalam dua tahun anggaran. Masing-masing tahun anggaran 2007 dan tahun anggaran 2009 dengan jumlah anggaran sama, yakni sebesar Rp 1,5 miliar. Saat itu, Hersan berstatus sebagai penasehat Ikatan Motor Indonesia (IMI) Korwil Kota Pontianak. Dia sepenuhnya mengatur pembangunan sirkuit tersebut.

Dana pembangunan sirkuit yang bakal dibangun di atas tanah seluas 3 hektar itu awalnya diusulkan sebesar Rp 7,7 miliar. Namun dalam perjalanannya, dana yang bisa dicairkan hanya sebesar Rp 3 miliar.

Dana tersebut diperuntukkan pembangunan jalan masuk ke sirkuit sekitar 500 meter. Kemudian untuk pembangunan lintasan balap berbentuk oval sepanjang 1,2 KM dan tribun berkapasitas 2 ribu penonton. Selain itu juga digunakan untuk pembangunan pagar dengan panjang sekitar 850 meter. Pembangunan pendopo, serta pembangunan lapangan parkir untuk kendaraan penonton.

Setelah penyelidikan dimulai, pada 29 Desember 2009 kasus ini digelar di Kejari Pontianak. Tim penyelidik menemukan bukti awal terjadinya penyimpangan proyek itu. Dn, salah seorang anggota DPRD Kota Pontianak yang pernah menjabat sebagai bendahara IMI Kota Pontianak diduga kuat mengetahui pencairan dana itu. Keterangan dari Dn ini lah yang dibutuhkan pihak Kejari.

Kasi Pidsus Kejari Pontianak, Rokman Torang P SH menegaskan, surat permohonan izin pemeriksaan untuk Dn diminta secara berantai. “Kita menyurati Kejati (Kejaksaan Tinggi). Kemudian Kejati yang menyurati Gubernur,” kata Torang.

Surat permohonan izin pemeriksaan dari Kajati bernomor R.204/Q.1/Fd.1/03/2010 itu dibuat tanggal 3 Maret lalu. Keesokan harinya, surat itu langsung disampaikan ke Gubernur. “Kita masih menunggu jawaban surat tersebut,” tuntas Torang.

Velodrome

Terhadap pembangunan lintasan balap sepeda (velodrome) di Komplek Gelanggang Olahraga (Gelora) Khatulistiwa KONI Kalbar yang diduga dikorupsi, juga dibongkar Kejari Pontianak. Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Ada dua orang yang menjadi tersangka,” ujar Hermawan Yudharisman SH, Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Pontianak kepada sejumlah wartawan di kantornya, Rabu (31/3).

Dua orang yang ditetapkan tersangka itu adalah Mn dan Hl. Mn merupakan panitia pembangunan. Sementara Hl adalah pemborong yang mengerjakan pembangunan proyek itu. “Kasus ini kita kumpulkan data-datanya medio Februari. Tanggal 6 Maret masuk penyidikan dan menetapkan tersangka,” beber Yuda.

Mantan Kasi Pidsus Kejari Cianjur, Jawa Barat ini mengatakan, dalam kasus ini pihaknya sudah memeriksa sedikitnya 16 saksi. “Dua orang tersangka itu tidak termasuk dengan saksi yang kita periksa,” jelasnya.

Velodrome ini mulai dibangun sejak tahun 2007. Biayanya menggunakan dana awal dari APBD Kalbar sebesar Rp 2,5 miliar. Sementara untuk penyempurnaan dan biaya perawatan Kemenegpora juga membantu melalui dana APBN sebesar Rp 2 miliar. “Secara kasat mata, ada indikasi korupsi dalam pembangunan velodrome tersebut. Nilainya diperkirakan lebih dari Rp 450 juta,” tutur Yuda.

Ada pun indikasi korupsi yang dimaksud dilakukan dengan prosedur pembangunan yang tidak sesuai dengan bestek. Akibatnya, kualitas pembangunannya sangat buruk dan cepat rusak. “Misalnya, batako yang digunakan harusnya ditunggu kering dulu baru di uruk. Tapi yang terjadi, masih basah sudah diuruk,” katanya mencontohkan.

Keputusan Kejari Pontianak untuk membongkar kasus korupsi ini atas dasar adanya laporan dari masyarakat. Kejari berharap kasus itu bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

“Kita juga akan koordinasi dengan saksi ahli untuk memperkuat pendapat kita di persidangan. Kemungkinan saksi ahli yang dilibatkan itu berasal dari Dinas PU atau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” pungkas Yuda.

Pemerhati hukum dan sosial Kalbar, Mas Djoni S Sos mengapresiasi langkah Kejari Pontianak ini. “Kasus velodrome ini adalah kasus lama. Kita berharap Kejari bisa serius memprosesnya,” ujar Djoni.

Terlepas terbukti atau tidaknya korupsi dalam pembangunan proyek velodrome itu, Djoni menilai langkah Kejari ini pantas diacungi jempol. “Ini bisa menjadi pintu masuk untuk memberangus korupsi di Kalbar. Paling tidak membuat shock terapi agar semua orang pikir-pikir untuk melakukan korupsi,” tandas Djoni. (bdu)