Senin,18 April 2011
Jakarta, Kompas – Badan Pemeriksa Keuangan menemukan banyak penyimpangan penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat selama tahun 2002-2010. Dari jumlah dana Rp 19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp 4,12 triliun telah terjadi penyimpangan, baik oleh Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Selain ada yang digunakan fiktif, tak sesuai ketentuan, ada pula yang digunakan untuk jalan-jalan ke Eropa dan lainnya. Demikian laporan audit BPK yang diterima Minggu (17/4) sore di Jakarta. Total dana otsus yang disalurkan oleh pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat Rp 28,84 triliun. Namun, berdasarkan uji petik, cakupan dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun.
Ketua BPK Hadi Purnomo membenarkan pihaknya melakukan pemeriksaan penggunaan dana otsus Papua dan Papua Barat. Rizal Djalil, anggota BPK yang mengoordinasi audit itu, menyatakan, pihaknya akan menyerahkan laporan tersebut kepada DPR, Senin hari ini.
Menurut dia, temuan BPK membuka mata bahwa pendelegasian pengelolaan keuangan kepada elite lokal sebagai implementasi otonomi ternyata tidak diiringi akuntabilitas memadai.
”Pemerintah pusat harus membuat koridor jelas dan memberikan atensi agar komitmen pemerintah yang besar pada terwujudnya kesejahteraan dapat benar-benar terwujud,” katanya.
Menurut laporan itu, penyimpangan pelaksanaan otsus terjadi karena, antara lain, belum adanya Peraturan Daerah Khusus Papua dan Papua Barat. Pengalokasian dana otsus selama ini hanya didasarkan pada kesepakatan antara gubernur dan bupati atau wali kota, tanpa ada nota kesepakatan.
Laporan itu menyebutkan, tanpa ada ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan, penyaluran dana otsus berpotensi tidak tepat sasaran dan terjadi penyalahgunaan.
Laporan BPK mengungkapkan penyimpangan yang meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai ketentuan senilai Rp 218,29 miliar, dan penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenai denda senilai Rp 17,22 miliar. Ada dana didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua Rp 2,35 triliun.
Hadi menambahkan, pihaknya baru saja kembali dari Papua untuk menyaksikan penandatanganan kesepakatan antara BPK dan DPRD se-Provinsi Papua mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK ke DPRD.
Terkait temuan penyimpangan dana otsus, laporan BPK menyebutkan, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi mengakui pemerintahnya belum menyiapkan perangkat peraturan pengelolaan otsus dan masih dalam tahapan koordinasi dengan Majelis Rakyat Papua. Sebaliknya, Gubernur Papua Barnabas Suebu hingga 13 April lalu tidak menyampaikan tanggapan atas temuan BPK itu. (HAR)