Kamis,21 April 2011
Jakarta, Kompas – Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan, dana otonomi khusus semestinya tidak disimpan dalam deposito.
”Kalau dana pendidikan, harus digunakan, tidak boleh sampai mengganggu kegiatan pendidikan. Kalau dana menjadi tidak bermanfaat untuk masyarakat dan mengganggu program, artinya mengganggu cash flow, tidak boleh (dana disimpan dalam deposito),” tutur Gamawan Fauzi setelah seminar ”Menuju Otonomi Daerah dan Reformasi Birokrasi yang Ideal” di Jakarta, Rabu (20/4).
Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sepanjang 2002-2010 menemukan dugaan penyimpangan anggaran sebesar Rp 4,12 triliun. Dugaan penyimpangan itu antara lain meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 218,29 miliar, serta penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenai denda senilai Rp 17,22 miliar. Adapun dana yang didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua mencapai Rp 2,35 triliun (Kompas, 18 April 2011).
Gamawan menjelaskan, menyimpan dana ”parkir” dalam deposito sesungguhnya dibolehkan, tetapi hanya untuk dana sisa seperti setelah tutup tahun anggaran pada periode setelah 20 Desember sampai Maret tahun berikutnya. Saat itu biaya yang dikeluarkan hanya belanja rutin, termasuk gaji pegawai. Ketimbang hanya disimpan di bank dengan tambahan jasa giro sebesar 3 persen, deposito lebih baik untuk menambah pendapatan daerah.
Kementerian Dalam Negeri masih mendalami penyimpangan yang ditemukan BPK pada anggaran dana otsus di Papua dan Papua Barat. Kementerian Dalam Negeri juga meminta BPK merinci dugaan penyimpangan keuangan. Jika penyebab penyerapan dana otsus rendah adalah kemampuan pengelolaan keuangan daerah, kementerian sejak beberapa bulan lalu sudah menyiapkan desk permanen untuk mendampingi dan membimbing aparat daerah terkait pengelolaan keuangan daerah dan penyusunan laporan keuangan.
Sistem akuntabilitas ini, tutur Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, dibangun bersama KPK dan BPK.
Karena desk permanen baru dimulai akhir 2010, lanjut Gamawan, evaluasi kemampuan pengelolaan keuangan daerah dilakukan akhir tahun 2011. (INA)