Equator. PONTIANAK. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalbar tak menyatakan pendapat alias disclaimer opinion (DO) atas laporan keuangan Pemprov Kalbar Anggaran 2008. Lembaga ini semakin intensif membidik masalah dana Bantuan Sosial (Bansos), termasuk bantuan Rp 15 miliar untuk Fakultas Kedokteran (FK) Untan. Saat ini tim kita sedang melakukan proses pemeriksaan dana Bansos itu. Sebelum lebaran, kemungkinan prosesnya sudah selesai, ungkap Kepala BPK RI perwakilan Kalbar, Drs Mudjijono saat dijumpai wartawan di kantornya, Senin (31/8). Untuk mempermudah proses pemeriksaan, BPK sudah membentuk tim pemeriksaan lanjutan dengan sebutan Tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Tim yang beranggotakan lima orang itu bertugas melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap penggunaan dana Bansos. Tim sudah melakukan berbagai uji petik terhadap penggunaan dana Bansos. Termasuk meminta klarifikasi kepada lima anggota DPRD Kalbar yakni Ir H Zulfadhli, Moses Alep, Ir Lufthi A Hadi, Tomi Ria dan Zainal Abidin. Bansos itu kan kaitannya cukup banyak. Di dalamnya juga ada bantuan untuk Fakultas Kedokteran Untan. Bantuan itu tetap akan kita telusuri, tegas Mudjijono yang kala ditemui didampingi oleh Kepala Sub Auditorat Kalbar I, Gunarwanto SE AK MM serta Kepala Humas BPK, Sigit.
Seperti diketahui, BPK tidak meyakini laporan keuangan Pemprov Kalbar tahun anggaran 2008 bebas kesalahan penyajian materi. Mereka memilih tidak menyatakan pendapat (DO) terhadap laporan tersebut. Dalam laporannya, BPK mengemukakan empat pokok permasalahan yang mengakibatkan tingkat keandalan informasi dalam laporan keuangan Pemprov menjadi rendah. Yakni soal hubungan antar laporan keuangan yang tidak sistematis, persediaan keuangan, kas di bendahara pengeluaran, serta biaya pemungutan pajak daerah. Untuk hubungan antar laporan keuangan yang tidak sistematis, BPK mendapati perbedaan sebesar Rp 166,787 juta antara belanja modal dan laporan realisasi anggaran (LRA) sebesar Rp 410,746 juta dengan jumlah bersih mutasi aset tetap pada neraka sebesar Rp 243,959 juta. Aset Pemprov per 31 Desember 2008 sebesar Rp 1,502 Miliar juga tidak dapat diyakini keandalannya dan tidak disusun berdasarkan gabungan neraka SKPD. Penyusunan neraca per 31 Desember 2007 menggunakan neraka tahun sebelumnya yang belum diperbaiki, juga tidak dapat dipertanggungjawabkan keandalannya. Arus keluar kas dari aktivitas non anggaran pada laporan arus kas (LAK) terdapat Rp 66,442 Miliar yang tidak didukung bukti pengeluaran. Sementara Rp 815,998 juta salah saji. Pada persediaan keuangan, BPK juga menemukan Rp 6,361 Miliar tidak dapat diyakini keandalannya karena sumber data untuk pencatatan yang dipergunakan tidak berdasarkan penatausahaan prosedur akuntansi persediaan. Kas bendahara pengeluaran sebesar Rp 24,650 Miliar tidak dapat diyakini keandalannnya. Didalamnya masih terdapat ketekoran kas yang digunakan untuk panjar/pinjaman dan belum termasuk pengembalian panjar/pinjaman. Pada item biaya pemungutan pajak daerah, BPK menemukan Rp 8,383 Miliar tidak sesuai tujuan penggunaannya. Bantuan sosial sebesar Rp 55,359 tidak memiliki bukti pertanggungjawaban, belanja biro perlengkapan menggunakan berita acara fiktif sebesar Rp 437,595 juta. Belanja Badan Kesatuan Bangsa dan Kesatuan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) sebesar Rp 4,665 Miliar berindikasi kerugian daerah. Sementara Rp 15 Miliar pada Fakultas Kedokteran Untan tidak disertai dokumen pendukung dan dianggap tidak sesuai peruntukannya.
Khusus saat ini, tim sedang fokus pada Bansos. Setelah selesai melaksanakan pemeriksaan di lapangan, tim akan membuat rincian laporannya. Rincian itu akan diserahkan kembali kepada DPRD, ujarnya. Terkait tudingan BPK tidak transfaran dalam melakukan audit, dengan tegas Mudjijono membantahnya. Hasil audit reguler yang lengkap sudah kita serahkan ke DPRD. Nah, DPRD lah yang berkompeten menggandakan hasil audit tersebut, tandasnya. Kepala Sub Auditorat Kalbar I, Gunarwanto menegaskan, saat ini, tim pemeriksaan lanjutan hampir merampungkan tugasnya di lapangan. Setelah hasilnya dibukukan dan diserahkan ke DPRD, baru kita (BPK) akan mengumumkan hasil audit lewat internet, janjinya. Disinggung tentang pemeriksaan terhadap bantuan Fakultas Kedokteran, Gunarwanto masih enggan mengungkapkannya lebih jauh. Yang jelas, bantuan yang berasal dari APBD menjadi kewenangan BPK Kalbar. Sementara bantuan yang berasal dari APBN menjadi kewenangan BPK Pusat, tuturnya. Soal belanja pada Kesbanglinmas sebesar Rp 4,665 Miliar yang berindikasi kerugian daerah, menurut Gunarwanto, saat ini belanja tersebut tidak menjadi item pemeriksaan BPK. Saat ini dana belanja itu tidak kita periksa. Belanja itu sudah cukup jelas, pungkasnya tanpa merinci maksud cukup jelas tersebut. (bdu)