Harian PONTIANAK POST – Jakarta. WAPRES Boediono menilai hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak akurat. Dalam laporan hasil auditnya, BPK menyatakan bahwa posisi batas minimum rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu 10,39–476,34 persen, kecuali Bank Century. Padahal, dalam tanggapan auditee (terperiksa) terhadap laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK, Bank Indonesia (BI) telah mengklarifikasi ada tiga bank yang per 30 September 2008 memiliki CAR di bawah 8 persen. Boediono menyayangkan tidak munculnya tanggapan BI itu dalam LHP BPK. ’’Nama-nama banknya nanti bisa dijelaskan oleh deputi gubernur Bank Indonesia,’’ tuturnya.
Dia mengungkapkan, rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 November memutuskan tidak akan menutup bank. Sebab, berdasar analisis situasi September–November 2008, penutupan bank diyakini akan berdampak sistemik terhadap sistem perbankan nasional. Hasil RDG itulah yang ditindaklanjuti dengan memo internal Deputi Gubernur Bidang Pengawasan BI Siti Fajriah kepada Direktur Pengawasan BI Zainal Abidin untuk mengupayakan penyelamatan Bank Century agar tidak ditutup. ’’Tidak berarti RDG memutuskan ada satu bank yang harus diselamatkan karena tidak ada disposisi dari saya untuk menyelamatkan bank tertentu. Memo itu ada karena Bu Fajriah menafsirkan pandangan Dewan Gubernur BI yang tidak menginginkan adanya penutupan bank karena akan berdampak sistemik,’’ terangnya.
Kemarin, Pansus Hak Angket Kasus Bank Century memanfaatkan kehadiran mantan gubernur BI itu untuk mengklarifikasi perubahan sejumlah Peraturan Bank Indonesia (PBI). Salah satu yang dipertanyakan adalah perubahan batas minimum rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang menjadi dasar pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) pada Bank Century.
Anggota Fraksi PDIP Maruarar Sirait mempertanyakan alasan Bank Indonesia menerbitkan PBI No 10/26/PBI/2008. Melalui PBI tersebut, BI mengubah syarat pemberian FPJP dari semula minimal CAR 8 persen menjadi minimal CAR positif. Audit investigasi BPK menilai perubahan itu merupakan fasilitas khusus bagi Century agar bisa diselamatkan melalui pemberian FPJP. Sebab, saat itu satu-satunya bank yang CAR-nya kurang dari 8 persen hanya Century.Boediono membantah hasil audit BPK. Mantan Menko Perekonomian tersebut menegaskan, perubahan ketentuan CAR lazim dilakukan pada masa krisis, termasuk dua kali perubahan giro wajib minimum (GWM) dalam jangka sebelas hari, operasi pasar terbuka, transaksi swap, serta perubahan peraturan lainnya.
’’Perubahan kebijakan CAR juga tidak hanya ditujukan bagi Bank Century, namun untuk semua bank, baik bank besar maupun bank kecil,’’ tegasnya.Sementara itu, dengan dilonggarkannya syarat pengucuran FPJP tersebut, BI akhirnya bisa memberi bantuan likuiditas Rp 502,07 miliar. Belakangan, BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp 187,32 miliar, sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century mencapai Rp 689 miliar. Meski PBI sudah diubah, BPK menilai FPJP tetap tidak layak diberikan karena posisi CAR Century ternyata masih negatif 3,53 persen. Karena itu, BPK menilai BI telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang bisa mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif. BI ketika itu meyakini situasi pada November 2008 sama dengan situasi pada 1997–1998. Hal itu ditandai oleh pelarian modal ke luar negeri yang sangat besar, kurs melonjak-lonjak, likuiditas perbankan mengering, terjadi kemacetan dalam pasar uang antarbank, serta beredar rumor tentang rencana penutupan 16 bank karena kekeringan likuiditas. ’’Betapa pun kecilnya satu bank, kalau dalam kondisi seperti saat itu ditutup, diyakini akan menimbulkan efek domino,’’ kata Boediono.
Dia menegaskan tidak ada keistimewaan bagi Bank Century jika dibanding Bank IFI yang dilikuidasi pada April 2009. Sebab, Bank IFI ditutup setelah krisis finansial global mereda, sehingga diyakini menimbulkan efek domino. Dia menuturkan, Bank IFI pernah masuk dalam pengawasan khusus Bank Indonesia (SSU) saat terjadi krisis finansial. Tapi, saat itu mereka masih bisa mempertahankan operasionalnya hingga April 2009. Fakta tidak adanya koordinasi antarlevel di tubuh BI juga terekam dalam rapat pansus bersama Boediono. Pansus menemukan pasal yang menetapkan PBI No 10/26/PBI/2008 bisa berlaku retroaktif. Namun, Boediono menyatakan tidak tahu bahwa ada bunyi pasal tersebut. ’’Saya tidak tahu,’’ ujarnya.
Pertanyaan tentang pasal retroaktif itu disampaikan anggota Pansus Angket Century Andi Rahmat. Politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mempertanyakan PBI No 10/26/PBI/2008 yang ditetapkan pada 30 Oktober 2008. Namun, dalam pasal 23 PBI itu dinyatakan bahwa peraturan tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak 29 Oktober 2008. ’’PBI berlaku surut sehari setelah ditetapkan. Itu tidak lazim,’’ ungkapnya.
Menurut Andi, jika merujuk pada kasus Century, PBI yang mengatur perubahan FPJP tersebut janggal. Data yang dikumpulkan BPK membuktikan, pada 30 Oktober, terdapat pengajuan repo-aset sebesar Rp 1 triliun oleh Bank Century kepada BI. Andi mencurigai, pasal retroaktif itu ditetapkan demi memberi jalan kepada Bank Century untuk mendapatkan FPJP. ’’Apa betul perubahan FPJP itu direkayasa untuk pengelola Bank Century semata? Itu intinya penjelasan hari ini,’’ katanya.Mendengar pertanyaan tersebut, Boediono menyatakan bahwa seluruh penetapan PBI dilakukan dalam rapat dewan gubernur (RDG) BI. Namun, dia mengaku tidak mengetahui secara rinci isi PBI tersebut. Seluruh mekanisme teknis, kata Boediono, tidak diatur oleh gubernur. ’’Direktur pengawasan BI yang tahu seluruh teknisnya,’’ ujarnya.
Boediono mengungkapkan, dasar penetapan PBI tersebut dilatarbelakangi adanya krisis. Syarat FPJP di luar krisis memang ditetapkan adanya rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen. Namun, dengan dasar PBI 10/26/PBI/2008 itu, Bank Century mendapatkan FPJP, meski CAR-nya saat itu sudah minus 3,53 persen. ’’Ini tidak untuk menolong satu bank (Bank Century, Red), tapi untuk menghindari situasi krisis yang bakal terjadi,’’ tegasnya.Meski mantan petinggi BI Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution menyatakan Bank Century tidak berdampak sistemik, Boediono menegaskan Bank Century adalah bank gagal yang akan berdampak sistemik jika tidak diselamatkan. ’’Keputusan bahwa suatu bank dianggap sebagai bank gagal dan ditengarai berdampak sistemik adalah RDG,’’ ujarnya.
Menurut Boediono, ada orang internal BI yang merekomendasikan hal itu (Bank Century sebagai bank gagal). Dia meyakini semua sudah sesuai standar dan sumber daya BI. ’’Landasannya adalah rekomendasi mereka yang berwenang bersumber dari sistem informasi masing-masing,’’ katanya.Atas dasar itulah, rekomendasi yang diproses Boediono dan anggota Dewan Gubernur BI lainnya itu memutuskan kasus Bank Century dibawa ke KSSK. ’’Itulah akhirnya diputuskan bahwa kami, BI, menyampaikan ke KSSK bahwa Bank Century adalah bank gagal yang ditengarai sistemik,’’ ungkapnya.Ditemui setelah rapat, Andi Rahmat menyatakan kecewa atas jawaban Boediono. Dia menuturkan, dalam sebuah sistem, tanggung jawab dibebankan kepada pengambil kebijakan. Namun, kenyataannya, Boediono selaku gubernur BI saat itu sama sekali tidak memperoleh informasi. Jawaban mengenai dugaan rekayasa dalam PBI juga tidak memuaskan karena Boediono tidak memberi klarifikasi. ’’Sangat terlihat bahwa Boediono ini, tampaknya, tidak memahami yang terjadi di bawahnya,’’ungkapnya. Andi akan mengusulkan pemanggilan sekali lagi terhadap Boediono kepada pimpinan pansus. ’’Masih banyak yang harus digali lebih dalam,’’ tegasnya. (noe/bay/pri/iro)