Harian PONTIANAK POST – Pontianak. Temuan indikasi kerugian negara pada dana bantuan sosial Provinsi Kalbar senilai Rp22,152 miliar, hingga saat ini belum jelas penanganannya. Baru Poltabes Pontianak yang memulai penyelidikan penyelahgunaan dana KONI Kalbar oleh Iswanto, wakil bendahara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum menentukan siapa dari tiga penegak hukum yang menanganinya. Polisi, jaksa atau KPK. Hal itu menyebabkan Kejaksaan Tinggi Kalbar belum mengambil sikap.Kepala Seksi Penegakan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Kalbar, Arifin Arsyad mengatakan, pihaknya belum mengambil langkah resmi menangani atau tidak temuan BPK tersebut. Dia beralasan, tidak ada pelimpahan resmi dari BPK. “Memang belum kita tangani, karena belum ada penyerahan dari BPK,” tuturnya, kemarin (28/12).
Arifin melanjutkan, kejaksaan khawatir tidak sinergis dengan polisi atau KPK jika saat ini pihaknya menangani kasus tersebut. Apalagi, Poltabes Pontianak sudah memulainya. “Tunggu BPK saja, nanti justru kacau,” katanya.Apalagi, tambah Arifin, ada anggota DPRD Kalbar yang telah melaporkan temuan BPK ini langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Meski demikian, kejaksaan tetap melakukan pencarian bukti-bukti awal. “Kita tetap mencari data dan bukti awal. Kalau memang diserahkan ke kejaksaan, kita siap,” terangnya.Kasat Reskrim Poltabes Pontianak, AKP Sunario mengatakan, walau memulai dari KONI Kalbar polisi akan menangani Bansos secara keseluruhan. Pihaknya telah menemui beberapa bukti yang cukup kuat. “Kami akan tangani Bansos secara keseluruhan. Awalnya memang dari KONI, tapi pelan-pelan meluas. Sekarang saja sudah terang,” paparnya.
Sebelumnya Kapoltabes Pontianak, Kombes Pol M Asep Syahrudin mengatakan, sudah mengajukan hasil audit investigasi ke BPK RI. Permohonan diajukan melalui Polda kemudian Mabes Polri dan selanjutnya ke BPK RI. Hingga saat ini, dirinya belum mengetahui sampai dimana perjalanan permohonan hasil audit tersebut. Hasil audit investigasi dibutuhkan untuk menetapkan tersangka. “Memang demikian birokrasinya. Kalau ke BPK RI harus melalui Polda dan Mabes baru ke BPK. Turunnya pun begitu, dari Mabes ke Polda baru sampai ke Poltabes,” ungkapnya.Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Kalimantan Barat Mudjijono, belum lama ini mengatakan bahwa pihaknya terus memantau kelanjutan perkembangan penanganan bansos Kalbar yang diindikasikan merugikan keuangan negara.
“Sekarang tinggal BPK pusat yang menyampaikannya ke penegak hukum,” kata Mudjijono. Menurut Mudjijono, BPK telah menandatangani nota kesepahaman dengan kejaksaan, kepolisian dan KPK untuk menindakanjuti hasil pemeriksaan. “Mau diteruskan ke mana nanti, apakah ke KPK atau kejaksaan dan kepolisian, pusat yang akan menentukannya,” katanya.Dari hasil telaah resume yang disampaikan BPK Perwakilan Kalbar ke BPK RI untuk diteruskan ke penegak hukum, ada empat item permasalahan yang diindikasikan merugikan keuangan negara.Keempat item itu yakni; Pertama, dana bansos untuk KONI Kalbar dan Dewan Pembina Fakultas Kedokeran Untan yang digunakan untuk menalangi pinjaman pimpinan dan beberapa anggota DPRD Kalbar kepada Sekretariat Daerah, terindikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp10,07 miliar.
Kedua, pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh Wakil Bendahara KONI kepada Satgas Prapon sebesar Rp1,368 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan.Ketiga, pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh Wakil Bendahara KONI Kalbar kepada Satgas Pelatda PON XVII sebesar Rp8,59 miliar. Keempat, ketekoran kas KONI Kalbar tahun 2009 yang terindikasi kerugian daerah sebesar Rp2,114 miliar. Total kerugian daerah sekitar Rp22,152 miliarKetua Komisi A DPRD Kalimantan Barat Retno Pramudya sebelumnya juga meminta apara penegak hukum tidak terpaku pada pengusutan aliran dana wakil bendahara KONI Kalbar saja. “Kami tidak inginkan penanganan kasus dana bansos ini memperkecil ruang lingkup penanganannya. Hanya kepada wakil bendahara KONI Kalbar. Padahal masalah dana bantuan sosial (bansos) APBD Kalbar ini tidak sesederhana itu. Jangan sampai ada kesan pengalihan sasaran guna megaburkan keterlibatan para pejabat dan mantan pejabat daerah ini,” katanya.
Terkait Bansos Kota
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengatakan yang terkait dana bantuan sosial tidak hanya pejabat, melainkan jumlahnya mencapai ratusan orang. Pemkot sudah menunjuk tim untuk membantu mereka mengklarifikasi laporan hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan. “Tidak hanya tiga pejabat saja. Penerimanya banyak. Penerima yang tidak ada surat pertanggungjawaban banyak. Pemain persipon yang tidak membayar pajak saja ada berapa orang. Jumlahnya mencapai Rp900 juta,” ujar Sutarmidji di kantornya, Senin (28/12) sore.Sutarmidji mengaku mengumpulkan seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah terkait LHP BPK. Tak hanya Kota Pontianak, pemeriksaan dana bantuan sosial ini dilaksanakan di seluruh Indonesia. Saat ini giliran Pemprov Kalbar dan Kota Pontianak yang diperiksa. Pemeriksaan ini juga akibat dari disclaimer beberapa waktu lalu. “Saat ini diperiksa mungkin ada yang indikasi pidana. Kami sedang mengumpulkan. Saya sudah menunjuk tim untuk membantu siapa saja yang termasuk di dalamnya untuk mengklarifikasi LHP tersebut,” ungkap Sutarmidji.
Pemkot diberi waktu dua bulan untuk mengklarifikasinya. Sehingga diharapkan pihak-pihak terkait untuk memperhatikan jangka waktu tersebut. Menurut Sutarmidji, ia meminta agar dana yang jumlahnya kecil untuk dikembalikan. Misalnya sisa perjalanan dinas sebesar Rp7 juta. Bagi yang belum mengembalikan, diharapkan mengembalikannya. Begitu pula dana alokasi khusus oleh guru, sebaiknya dikembalikan. “Kecuali ada yang dengan sengaja, kita pun menjadi prihatin. Data lebih lanjut, ada pada BPK. Saya tidak boleh menyampaikannya,” kata Sutarmidji.Untuk menghindari temuan bantuan sosial, dimasa jabatannya, Sutarmidji mengumumkan secara transparan para penerimanya melalui media cetak. Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui dan mengontrol penggunaan dana tersebut. “Bagi yang menerimanya, harus memberi pertanggungjawabannya,” ujarnya.(hen/zan/uni)