Harian PONTIANAK POST – Pontianak. Dana bantuan sosial APBD Kalbar dan Kota Pontianak terindikasi korupsi. Temuan BPK masing-masing Rp 22,14 miliar dan Rp 21,46 miliar bermasalah, keduanya pun hasil audit APBD 2006 – 2008. Dewan Pengurus Lembaga Gemawan, Hermawansyah melihatnya sebagai fenomena baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurutnya dana Bansos merupakan modus paling empuk melakukan korupsi. “Sudah dua terindikasi korupsi, bagaimana dengan daerah lainnya. Terlihat bahwa Bansos sebagai modus baru mengorupsi keuangan daerah,” ujarnya.
Mudahnya menyalahgunakan anggaran daerah melalui dana Bansos, kata Hermawansyah, lantaran alokasi ini bersifat sosial. Pengeluar dan penerima dana merasa tidak perlu dipertanggungjawabkan. Cukup dengan proposal, miliar rupiah dapat mengucur dari APBD. “Ini yang salah persepsi, berpikir dana sosial tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kenyataannya begitu sekarang, masih banyak dana Bansos yang tidak ada laporannya,” ungkapnya.Pengelola APBD terlalu mudah memanipulasi anggaran melalui Bansos. Makanya tidak heran dapat dipinjamkan ke anggota DPRD dan Walikota. Sejatinya, lanjut Hermawansyah, Bansos dialokasikan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai bentuk pembinaan. “Ini yang disalahgunakan oleh pemegang wewenang, Bansos dipinjam. Hal ini jelas tidak benar, apapun alasannya,” tuturnya.
Selain penyalahgunaan, kriteria penerima Bansos juga tidak jelas. Mestinya, menurut Hermawansyah, harus diperhatikan pemanfaatannya atau kepentingan kegiatan. Sehingga terukur orang atau kalangan mana yang dapat menerima Bansos. “Sekarangkan tidak terukur siapa saya yang dapat menerima Bansos. Harus ada indikatornya,” ujarnya.Saat ini Bansos menjadi salah satu objek audit BPK, sejak tahun anggaran 2006. Pengelola keuangan daerah larut dengan kebiasaan mengorupsi APBD melalui Bansos. Sehingga terungkap melalui temuan BPK. Hermawansyah menduga, hal yang sama terjadi pada waktu sebelumnya. Hanya saja tidak tersentuh hukum lantaran Bansos belum jadi objek audit. “Tahun 2005 ke bawah pasti lebih kacau, karena bukan jadi objek audit BPK saja, jadinya tidak ketahuan,” ucapnya.Hal ini harus jadi pelajaran pemerintah daerah sekarang. Dalam pembahasan APBD nantinya harus ada indikator penerima dan sistem pertanggungjawaban. “Gubernur, walikota, bupati dan anggota DPRD harus belajar dari pengalaman ini. Memang benar Bansos sebagai bantuan hibah, tapi harus ada pertanggungjawabannya,” tegasnya.(hen)