Pontianak, Kamis (16 Juni 2011) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 15 pemerintah provinsi, kabupaten, kota se-Provinsi Kalimantan Barat tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi Untuk Akses Data Dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan oleh Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Kalimantan Barat, Ir. Adi Sudibyo, M.M dengan para pimpinan pemerintah daerah tersebut di Aula Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan ini disaksikan oleh Ketua BPK RI, Drs. Hadi Poernomo, Ak., Anggota I BPK RI, Dr. Moermahadi Soerja Djanegara, SE., Ak., MM., CPA, Gubernur Kalimantan Barat, Pimpinan DPRD, pimpinan instansi vertikal provinsi Kalimantan Barat, dan para pejabat di lingkungan BPK RI.
Penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan langkah strategis dalam rangka mewujudkan sinergi antara BPK RI dengan para pemangku kepentingan, termasuk diantaranya dengan pemerintah daerah. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK RI mendapat kewenangan meminta data/dokumen kepada pihak yang diperiksa (auditee) dan/atau pihak lain yang terkait. Untuk mempermudah perolehan data/dokumen, BPK RI memprakarsai pembentukan pusat data dengan auditee melalui strategi link and match.
Melalui nota kesepahaman ini, selanjutnya akan dibentuk pusat data BPK RI dengan menggabungkan data elektronik BPK RI (E-BPK) dengan data elektronik auditee (E-Auditee). Melalui pusat data tersebut, BPK RI dapat melakukan perekaman, pengolahan, pemanfaatan, dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan cara ini, monitoring keuangan negara akan semakin kuat dan pemeriksaan BPK RI akan semakin efisien dan efektif. Konsep seperti ini, disebut dengan BPK Sinergi.
BPK RI mengharapkan melalui BPK Sinergi tersebut akan memberikan manfaat yaitu: 1) mengurangi KKN secara sistemik; 2) mendukung optimalisasi penerimaan negara; 3) mendukung efisiensi dan efektifitas pengeluaran negara. Apabila insiatif BPK tersebut dapat direalisasikan maka optimalisasi, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara akan lebih cepat terwujud, sehingga diharapkan dapat dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat..
Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 huruf a dan b UU No. 15 Tahun 2004, dan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU No. 15 Tahun 2006, BPK RI memiliki kewenangan untuk meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa tanpa nota kesepahaman bersama ini BPK RI tetap berwenang untuk mengakses data pemerintah daerah yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Nota kesepahaman ini lebih mengatur tata cara akses data terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Melalui nota kesepahaman ini, BPK RI berharap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dapat lebih optimal sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk mendorong terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebelumnya BPK RI telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan lembaga negara, lembaga perwakilan, kementerian negara/lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah lainnya, termasuk dengan Supreme Audit Institution negara lain (BPK Luar Negeri).
Dengan penandatanganan nota kesepahaman pada hari ini (16/6), BPK RI telah menandatangani 939 nota kesepahaman dengan rincian seperti tabel di samping, termasuk di antaranya 412 nota kesepahaman tentang pengembangan dan pengelolaan informasi untuk akses data.