Harian EQUATOR – Pontianak. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar kembali menemukan penyimpangan penggunaan keuangan negara dalam APBD Pemprov Kalbar tahun 2007-2008 dan APBD Kabupaten Bengkayang tahun 2005-2006. Total kerugian mencapai Rp 29, 88 miliar.
“Berkasnya kita pisahkan dalam dua paket yang keseluruhannya memenuhi unsur tindak pidana korupsi,” ucap Drs Mudjijono, Kepala BPK Perwakilan Kalbar didampingi Kabag Humas BPK Perwakilan Kalbar, Sigit kepada wartawan, Kamis (22/4).
BPK Perwakilan Kalbar memang terkesan enggan gembar-gembor soal ini. Namun keseriusan lembaga yang belum genap 10 tahun membuka perwakilannya di Kalbar ini tak perlu diragukan. Dari hasil audit APBD Pemkab Bengkayang tahun 2005-2006 ditemukan unsur tipikor dengan nilai total sebesar Rp 8,08 miliar. Hal ini terbongkar pasca BPK Perwakilan Kalbar melakukan audit penggunaan keuangan Pemkab Bengkayang periode tahun 2006-2007.
Dari hasil audit itu, BPK Perwakilan Kalbar mengindikasikan ada kerugian Negara dalam penggunaan keuangan tersebut. Indikasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan menerjunkan tim audit khusus untuk melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). “Hasil PDTT menemukan tujuh item penggunaan keuangan yang bermasalah,” ucapnya.
Dari tujuh item yang ditemukan itu, empat di antaranya merugikan keuangan Negara dalam jumlah yang cukup besar. Masing-masing dana tahun anggaran 2006 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 5,2 miliar, pengeluaran keuangan tanpa Surat Perintah Membayar (SPM) sebesar Rp 1,58 miliar.
Kemudian ada pinjaman yang belum dikembalikan sebesar Rp 585 juta, serta panjar yang belum dikembalikan Rp 345 juta. “Item temuan yang lain jumlahnya relatif kecil,” beber Mudjijono.
Pria berkaca mata itu memastikan kasus APBD Bengkayang ini nantinya tidak akan mengendap. “Berkasnya sudah diserahkan BPK Pusat ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, red) tanggal 20 Januari tahun ini. Jadi sekarang kewenangannya ada di KPK,” ujarnya.
Sementara untuk paket korupsi APBD Pemprov Kalbar tahun 2007-2008 memiliki nilai kerugian sebesar Rp 21.8 miliar. Pengungkapan korupsi ini juga diawali dari hasil audit reguler BPK Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov Kalbar tahun 2006-2009 yang dipublikasikan pertengahan tahun lalu.
Mudjijono menjabarkan, kerugian Negara sebesar Rp 21,8 miliar itu terbagi dalam tiga item temuan. Masing-masing penggunaan biaya pemungutan pajak daerah tahun 2008 sebesar Rp 9 milyar, sisa panjar di Sekretariat Daerah (Setda) tahun 2008 yang tak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 8,2 miliar, serta pengadaan baju Hansip di Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) tahun 2007-2008 sebesar 4,6 miliar.
“Tanggal 22 Februari lalu kita sudah sampaikan resume kasus ini ke BPK Pusat. Dengan begitu, selakangkah lagi kasus ini akan berada di tangan aparat penegak hukum,” kata Mudjijono.
Selain dua paket korupsi ini, BPK Perwakilan Kalbar juga sudah memproses kasus korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemkot Pontianak tahun 2006-2008 senilai Rp 21, 46 miliar. Kemudian ada kasus dana Bansos Pemprov Kalbar tahun 2006-2009 dengan total nilai kerugian mencapai Rp 22,14 miliar.
“Untuk Bansos Pemprop sudah di KPK. Sementara Bansos Pemkot juga sudah kita buatkan resumenya dan kita serahkan ke BPK Pusat. Keinginan kita kasus ini dapat ditangani KPK,” pungkas Mudjijono.
Pengamat hukum korupsi Untan, Deky Mulyadi SH menilai BPK Perwakilan Kalbar sudah menunjukkan kinerja cukup baik dalam upaya pemberantasan korupsi di Kalbar. “Tapi yang juga perlu diperhatikan, upaya pemberantasan korupsi itu tidak hanya cukup memberikan laporan saja,” katanya.
Ditegaskan Deky, kasus-kasus korupsi itu harus ada ending atau akhir hingga ke tingkat pengadilan. Untuk itu diperlukan pengawalan yang ketat agar para pelaku mendapat ganjaran sesuai apa yang sudah diperbuatnya.
Pengawalan, jelas Deky, harus difokuskan pada beberapa item. Di antaranya, pengawalan kepada pihak-pihak yang terlibat agar tidak lari dan menghilangkan barang bukti. Kemudian pengawalan kepada KPK agar tidak hanya fokus menangani korupsi tingkat nasional hingga mengabaikan laporan dari Kalbar. “Terakhir, pengawalan di tingkat pengadilan,” tuntasnya.
Anggota Komisi A DPRD Kalbar yang membidangi hukum dan pemerintahan, Bonafatius Benny SH menilai terbongkarnya kasus korupsi APBD Pemprop dan Pemkab Bengkayang ini bakal membawa banyak keuntungan bagi Kalbar. “Ini merupakan sinyal bahwa upaya perlawanan korupsi di Kalbar masih ada,” kata Benny.
Menurut Benny, upaya perlawanan itu memang tidak cukup hanya oleh satu pihak saja. “Pihak lain yang ada di luar BPK juga harus memiliki semangat yang sama. Masyarakat, LSM dan pihak-pihak terkait lainnya mesti membantu,” ucap Benny.
Apa yang diutarakan politisi asal Partai Demokrat ini bukan tak beralasan. Ia menilai, korupsi adalah tindakan pidana yang menyengsarakan banyak orang. “Jadi upaya perlawanan terhadap korupsi harus dilakukan secara massal. Kalau perlu, pelaku korupsi itu dihukum mati,” cetusnya. (bdu)