PONTIANAK – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyelenggarakan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2015 Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Kapuas Hulu.
Acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan ini diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, Didi Budi Satrio kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah di Auditorium Kantor BPK, Jalan Ahmad Yani Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (30 Mei 2016).
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2015 ini merupakan hasil dari pemeriksaan keuangan yang telah dilaksanakan selama satu bulan dilapangan. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memberikan keyakinan apakah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dan prinsip akuntansi berlaku umum lainnya.
Dalam kesempatan ini, Kepala Perwakilan, Didi Budi Satrio, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, BPK menyampaikan pernyataan atau opini atas kewajaran laporan keuangan, hasil evaluasi atas sistem pengendalian intern dan pengungkapan informasi-informasi dalam laporan keuangan. Selain itu, BPK juga menyampaikan hasil pemeriksaan terkait dengan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah dan DPRD dalam upaya penyempurnaan Laporan Keuangan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban keuangan daerah.
Opini merupakan penyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran atas penyajian laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria, yaitu:
- Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
- Kecukupan Pengungkapan (adequate disclosure);
- Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; dan
- Efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
Dari tujuh entitas yang Laporan Hasil Pemeriksaan kami serahkan pada hari ini, tiga entitas mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP atau Unqualified Opinion), yaitu Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Sanggau. Sedangkan untuk empat entitas yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP atau Qualified Opinion) adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Kapuas Hulu.
Kepala Perwakilan menegaskan, pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian tersebut tidak berarti tidak ada permasalahan dalam pengelolaan laporan keuangannya. Begitu pula dengan entitas yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Permasalahan-permasalahan pokok yang masih dijumpai dan menjadi pengecualian opini adalah masalah pengelolaan aset daerah, yang belum memadai, antara lain aset tetap yang masih belum ada nilai perolehannya, aset yang pencatatannya digabungkan pada saat perolehannya untuk beberapa item aset, dilain pihak masih juga ada pencatatan aset terutama dari hasil rehab atas aset, yang pencatatannya dipisahkan dari aset perolehan awalnya. Pada beberapa entitas beberapa item aset tidak dapat diketahui dan ditelusuri keberadaanya, dan ada juga hasil pengadaan aset yang bersumber dari berbagai jenis bantuan seperti BOS atau Bantuan Sosial dari Kementerian yang belum dicatat. Selain itu dari segi pencatatan masih ditemukan perbedaan yang signifikan antara yang disajikan dalam neraca dengan yang tercantum dalam Kartu Inventaris Barang, dan aset-aset yang rusak masih tercatat dalam daftar aset tetap.
Permasalahan penatausahaan aset tetap ini ini sangat krusial dan dampaknya sangat besar terhadap opini laporan keuangan yang berdasarkan akrual basis, yang mulai dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2015. Hal ini karena dalam akrual basis, mulai diberlakukan penyusutan atas aset tetap. Tentunya dasar, dan besar nilai serta jangka waktu penyusutan sangat signifikan pengaruhnya terhadap nilai penyusutannya dan otomatis akhirnya berdampak pada kewajaran laporan keuangan, apabila data asetnya tidak akurat dan valid.
Selain permasalahan aset, permasalahan lain yang hampir sama di tiap entitas adalah permasalahan pengelolaan Dana BOS dan dana sejenisnya yang disalurkan melalui Provinsi, dan Dana Bantuan Sosial dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang semuanya disalurkan langsung ke sekolah sekolah negeri milik Pemerintah Daerah. Sesuai dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) 02, penerimaan dan penggunaan dana, aset tetap yang dihasilkan dan saldo dana yang masih tersisa tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan sesuai dengan SAP. Khusus untuk penggunaannya harus dijabarkan dalam rincian beban-beban sesuai klasifikasi dalam laporan operasional. Beberapa entitas belum mencatat penerimaan dan penggunaan dana tersebut atau menyajikannya secara global belum dirinci ke masing-masing bebannya.
Apabila pengelolaan dana-dana bantuan yang langsung diterima oleh sekolah tersebut, tidak disajikan sesuai SAP maka karena nilainya material akan berdampak terhadap opini yang diberikan oleh BPK. Untuk itu BPK mendorong agar Kepala Daerah membuat aturan terkait pengelolaan dana tersebut, sehingga pada saat pelaporan dapat disajikan sesuai SAP, tambah Didi.
Permasalahan lainnya yang dalam tahun depan dapat mempengaruhi opini, dan kondisinya hampir sama di tiap entitas yaitu Pengelolaan Piutang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Sejak diserahterimakan dari Pemerintah Pusat kepada Pemda, berbagai usaha Pemda dalam mevalidasi sudah dilakukan. Namun demikian berdasarkan hasil pemeriksaan, proses inventarisasi dan validasi yang dilakukan belum tuntas. Belum semua Nomor Objek Pajak (NOP) PBB divalidasi sehingga jelas statusnya. Hal ini mengakibat data yang disajikan masih tetap belum akurat dan valid serta belum menggambarkan nilai yang sebenarnya.
Untuk permasalahan kepatuhan terhadap perundang-undangan antara lain masih terjadi kekurangan volume atau kelebihan pembayaran atas kegiatan serta pertanggungjawaban belanja hibah dan bantuan sosial yang belum sesuai ketentuan.
Selain itu, seiring dengan penerapan akrual basis dalam penyajian laporan keuangan mulai Tahun Anggaran 2015, ternyata aplikasi yang ada di masing-masing entitas baik aplikasi untuk pengelolaan dan penyusunan laporan keuangan maupun untuk pengelolaan aset belum sepenuhnya mampu mendukung implementasi SAP berbasis akrual. Laporan yang diserahkan kepada BPK untuk diaudit umumnya bukan berdasarkan output aplikasi langsung, tetapi merupakan hasil pengerjaan manual dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap output yang dihasilkan dalam aplikasi kas basis. Sedangkan untuk aplikasi pengelolaan aset masih ada kendala terkait penambahan aset dari rehab dan pencatatan umur asetnya serta belum terintergrasinya aplikasi pengelolaan keuangan dengan pengelolaan aset.
Akhir sambutannya, Kepala Perwakilan mengharapkan permasalahan-permasalahan tersebut menjadi perhatian agar tidak terulang lagi di masa mendatang. Hal ini membutuhkan komitmen bersama antara pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah yang transparan, integritas dan akuntabel.