Pontianak Post – Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kalbar, Tamsil Sjoekoer menegaskan, penyalahgunaan dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov Kalbar murni pidana. Dia menilai, apapun alasannya, kasus tersebut meski berlanjut ke meja hijau. “Ini murni pidana, apapun dalihnya,” tegasnya.Pengembalian uang, menurut Tamsil, tidak serta-merta menghilangkan tindak pidana yang telah dilakukan. Korupsi tetaplah korupsi, pelakunya harus diperiksa oleh polisi, jaksa atau KPK. “Walau dikembalikan, tindak pidananya tidak terhapus. Ini bukan kasus perdata,” ungkapnya.
Jika memang punya niat baik mengembalikan uang tersebut, lanjutnya, hal tersebut hanya meringankan proses hukum. Niat baik itu, dapat dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara. “Paling untuk pertimbangan hakim memvonis. Bukan membebaskan pelaku dari jeratan hukum,” katanya.
Seperti diketahui, BPK Perwakilan Kalbar menemukan penggunaan dana bansos untuk Dewan Pembina Fakultas Kedokteran dan KONI Kalbar sebagian digunakan pimpinan dan anggota DPRD masa bakti 2004-2009. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, besar dana yang dipinjamkan kepada pimpinan dan anggota DPRD yakni Rp10,07 miliar. Pemberian pinjaman yang tidak sesuai dengan aturan tersebut dipandang telah mengindikasikan adanya kerugian daerah Rp10,07 miliar.
Sekda Kalbar Syakirman menjelaskan pimpinan dan anggota dewan yang menggunakan dana itu sudah dipanggil BPK untuk klarifikasi. Diantaranya Tommi Ria, Lutfi A Hadi, dan Zainal Abidin. Seharusnya dana yang dipinjam tersebut sudah dikembalikan seluruhnya sebelum masa jabatan DPRD periode 2004-2009 berakhir. Namun, sampai sekarang baru sebagian dana yang dikembalikan. Menyikapi hal itu, pemprov telah menyurati kembali. Syakirman mengatakan, pihaknya merencanakan pengembalian dana itu sudah harus tuntas pada Desember 2009. “Masih ada yang belum dikembalikan. Mereka sudah kita surati. Atas hasil pemeriksaan BPK ini, kita akan surati lagi,” ujarnya.
Jaksa dan Polda Pasif
Bagaimana rekasi Kejaksaan dan Polda? Hingga saat ini Kejaksaan Tinggi Kalbar belum melakukan tindakan hukum atau penyelidikan terhadap indikasi korupsi bansos Pemerintah Provinsi Kalbar. Baik terhadap Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan maupun KONI. Alasannya, belum ada bukti awal yang resmi diterima. “Belum ada tindakan dari kejati hingga sekarang, karena belum ada bukti awal yang kita terima,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar melalui Kasi Penkum dan Humas, Arifin Arsyad.
Pihaknya, lanjut Arifin, mengetahui indikasi korupsi senilai Rp 10,07 miliar itu lewat media. BPK atau siapapun tidak ada melapor atau menyerahkan bukti kepada jaksa. “Kami tahu hanya dari media, belum ada yang datang melapor atau menyerahkan data,” ungkapnya.
Alasan lain belum mengambil tindakan, paparnya, lantaran kasus ini masih bergulir di DPRD Kalbar. Dia mengaku tidak dapat turut campur jika belum ada yang membawa kasus ini ke ranah pidana. “Selesaikan dulu di DPRD, jika ada yang membawanya ke pidana baru kami bertindak,” ucapnya.
Saat ini, kata Arifin, kejaksaan bersifat menunggu. Pihaknya siap memperoses jika ada bukti awal. “Intinya kita komitmen untuk memberantas korupsi. Jika sudah ada bukti awal tetap akan kita usut,” tegasnya.Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalbar, AKBP Suhadi SW. Dia menerangkan, terhadap dugaan korupsi tersebut polisi bersikap pasif. Polda akan menunggu laporan resmi dari BPK sebagai landasan memperosesnya. “Belum ada yang melapor, kalau ada kita pasti akan bertindak,” katanya.Suhadi melanjutkan, jika selesai proses yang dilakukan BPK, belum tentu laporan tersebut diserahkan kepada polisi. Merupakan wewenang BPK untuk mengarahkan kepada siapa sebagai penyidik. “Nanti BPK akan menyerahkan kepada polisi atau jaksa itu wewenang mereka. Makanya kita hanya menunggu,” terangnya.
Umumkan Penerima Bansos
Pernyataan Sekda Kalbar Syakirman yang mengacam mempidanakan sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Kalbar 2004-2009 yang meminjam dana bantuan sosial terkesan bias dan sebatas retorika.Demikian disampaikan pengamat hukum tata negara dari Universitas Tanjungpura Turiman Faturachman Nur dan mantan Anggota DPRD Kalbar 1999-2004 Reza Munawar, diwawancarai Pontianak Post secara terpisah, Selasa (27/10).“Bagaimana jika mereka mengembalikannya? Apakah kasusunya selesai dan tidak berlanjut? Penafsirannya bias. Padahal kasus ini masih menunggu proses lanjutan,” kata Turiman.Menurutnya, dari hasil audit tersebut diberikan klarifikasi kepada pemerintah untuk menjelaskannya paling lambat 60 hari sejak diumumkan ke publik.
Kemudian, penerusan kasus ini selanjutnya berada di tangan kejaksaan dan kepolisian atau KPK jika ada indikasi merugikan negara di atas Rp100 juta.Ke depan, dia berharap penggunaan dana bansos diumumkan ke publik lewat media. Apalagi, Kalbar telah memiliki Peraturan Daerah tentang Transparansi Peyelenggaraan Pemerintah Daerah.
“Sayangnya, perda itu tidak ada mengatur sanksi. Jadinya seakan-akan perda itu seperti macan ompong. Kalau tidak dibuka ke publik pun tidak ada sanksi kok,” katanya.Desakan agar pemda transparan dalam mengumumkan bansos juga dikemukakan Reza Munawar. “Ke depan sebaiknya bantuan sosial diumumkan per triwulan. Sehingga masyarakat tahu. Betul tidak yang menerimanya seperti yang telah diumumkan itu,” katanya.
Sementara soal ancaman Sekda yang akan memidanakan para peminjam bansos jika tidak mengembalikan, kata Reza, hal itu hanya sebatas retorika.“Saya kira dia tidak akan berani. Karena semua kepentingan ada di situ. Baik kepentingan legislatif maupun kepentingan eksekutif. Jadi itu hanya omong kosong,” ujar mantan panitia anggaran DPRD Kalbar ini memberi penilaian.Menurut Reza, dalam persetujuan pemberian bantuan, apalagi dengan jumlah yang sangat besar, biasanya sarat dengan komitmen-komitmen atau kesepahaman antara eksekutif dan legislatif yang terjadi di belakangnya.(hen/zan)