Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Pada Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah Perlu Dilakukan Pengawasan Secara Optimal

Pontianak, Kamis (30 Januari 2014) – Dalam rangka membangun komunikasi efektif dengan pemangku kepentingan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat terutama membangun kesamaan pandangan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD yang merupakan bagian dari keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyelenggarakan Diskusi Tebatas “Optimalisasi Pengawasan Atas Kekayaan Negara Yang Dipisahkan” pada hari ini (30/1) di Hotel Grand Mahkota, Pontianak dengan Narasumber Anggota BPK, Bahrulllah Akbar, Anggota Komisi XI DPR RI, Kamaruddin Sjam, dan Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Achmad Baiquni. Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya, para Sekretaris Daerah, Kepala Inspektorat, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), Pimpinan BUMN, dan Pimpinan BUMD se-wilayah Provinsi Kalimantan Barat, serta para pejabat di lingkungan BPK.

Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan : 1) memberikan pemahaman mengenai tugas, fungsi dan kewenangan BPK dalam pengelolaan keuangan negara; 2) membangun kesamaan pandangan mengenai hakikat dan ruang lingkup keuangan negara; 3) menggali pendapat/masukan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD serta peran BUMN/BUMD dalam penyelenggaraan perekonomian nasional; dan 4) membangun kesamaan pandangan mengenai kerugian negara pada BUMN/BUMD, serta kerugian korporasi pada BUMN/BUMD.

Pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dinyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Selanjutnya Pasal 2 huruf (g) dinyatakan bahwa kekayaan negara yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) tersebut adalah kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang  serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Hubungan keuangan negara antara pemerintah dan perusahaan negara dan daerah secara jelas diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah. Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.

Dalam paparannya, Bahrullah Akbar menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan negara termasuk pengelolaan BUMN/BUMD harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, “Akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara bukan hanya tugas BPK tetapi tugas kita semua” papar Bahrullah Akbar.

Adapun Kamaruddin Sjam menjelaskan bahwa dalam konstitusi secara jelas menunjukkan bahwa hubungan BPK dengan lembaga perwakilan sangat erat. Dengan produk yang dihasilkan oleh BPK yaitu hasil pemeriksaan, DPR dan DPRD menjalankan hak bujet dan pengawasan terhadap pemerintah, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara. Di sisi lain, dengan menggunakan hak legislasinya, DPR dan DPRD memiliki hak dan wewenang masing-masing untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), telah dibentuk alat kelengkapan DPR yang disebut Badan Akuntanbilitas Keuangan Negara (BAKN). BAKN mempunyai tugas melakukan penelaahan atas hasil pemeriksaan BPK yang telah disampaikan secara resmi kepada DPR, kemudian menyampaikan hasil telaahan tersebut kepada komisi-komisi terkait di DPR.

Sementara itu Achmad Baiquni menyatakan bahwa pemeriksaan BPK terhadap BRI, termasuk rekomendasi yang diberikan BPK kepada BRI bermanfaat dalam mendorong perbaikan sistem pengendalian intern, mendorong terciptanya Good Corporate Governande, membantu penyelesaian permasalahan dengan pihak lain, dan mendorong peningkatan kinerja. “Kegiatan pemeriksaan dan pengawasan oleh BPK dan DPR mempunyai kedudukann yang strategis dan meningkatkan terciptanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan peranggungjawaban keuangan negara”  papar Achmad Baiquni.

Melalui kegiatan ini, BPK berharap mutu hubungan kelembagaan BPK RI dengan pemangku kepentingan, dan pemahaman terhadap keuangan negara serta peran BUMN/BUMD dalam penyelenggaraan perekonomian nasional dapat meningkat.