Berdasarkan ketentuan Pasal 11 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK dapat memberikan Keterangan Ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. Ahli adalah orang yang ditunjuk oleh BPK karena kompetensinya untuk memberikan keterangan mengenai kerugian negara/daerah yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atau Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dalam proses peradilan. BPK dapat menugaskan Anggota BPK, Pejabat Pelaksana BPK, Pemeriksa atau Tenaga Ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK untuk memberikan Keterangan Ahli.
Keterangan Ahli diberikan berdasarkan LHP BPK. Dalam hal permintaan Keterangan Ahli tidak didasarkan pada LHP BPK, Keterangan Ahli dapat diberikan setelah BPK melakukan penilaian dan perhitungan kerugian negara/daerah. Penilaian dan penghitungan kerugian negara/daerah tersebut dilakukan dengan mempergunakan data/dokumen yang diperoleh dari Pemohon berdasarkan permintaan BPK. Pemohon adalah instansi berwenang, yaitu kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Peradilan/Peradilan lain (Arbitrase) di dalam/luar negeri yang mengajukan permintaan pemberian Keterangan Ahli pada BPK.
Dalam memberikan keterangan, seorang Ahli harus bersikap objektif, mematuhi seluruh tata tertib yang berlaku dalam proses peradilan, dan memberikan keterangan berdasarkan pengetahuan dan keahliannya. Ahli dapat menolak memberikan keterangan apabila: pertanyaan yang diajukan di luar keahlian atau kompetensinya; terdapat pertanyaan yang menjerat dan/atau pertanyaan dengan jawaban pilihan; pertanyaan yang diajukan di luar pokok perkara yang ditangani; dan/atau pertanyaan-pertanyaan yang engarah kepada pemberian keterangan fakta atau peristiwa tindak pidana yang dialami dilihat, dan didengar sendiri dan/atau dari orang lain.
Ketentuan lebih lanjut dapat dilihat dalam Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli.