Harian PONTIANAK POST – Pontianak. Polda Kalbar langsung merespon temuan indikasi kerugian daerah Rp21,46 miliar pada pengelolaan Bansos Kota Pontianak. Temuan BPK Kalbar ini menjadikan pijakan awal untuk menyelidiki keterlibatan pejabat yang memanfaatkan dana sosial untuk kepentingan pribadi.Kapolda Kalbar Brigjen Pol Erwin TPL Tobing menegaskan telah membentuk tim untuk menyelidiki kemungkinan indikasi korupsi bansos. “Tim baru sudah kita bentuk menangani kasus ini,” ujar Kapolda menjawab Pontianak Post, kemarin (23/12).
Pembentukan tim, lanjut Kapolda, sebagai bukti kesiapan pihaknya menangani Bansos Kota Pontianak. Polda akan mengambil alih kasus ini lantaran Poltabes Pontianak sedang serius menangani Bansos Provinsi. Kepada Kapoltabes Pontianak, Erwin meminta, secepatnya menuntaskan dugaan korupsi itu. Dirinya meminta Kapoltabes memaparkan hasil penyelidikan dihadapannya. “Saya minta harus tuntas, setelah itu baru saya minta dipaparkan,” ungkap Erwin.Penanganan korupsi tidak seperti kejahatan lainnya. Memerlukan proses panjang karena melibatkan beberapa instansi. Salah satunya, kata Erwin, audit investigasi. Penetapan seseorang menjadi tersangka harus didahului keluarnya audit investigasi dari BPK atau BPKP. “Belum lagi izin memeriksa pejabat negara. Kecuali yang tidak lagi menjabat, dapat langsung diperiksa,” tuturnya.
Polisi, menurutnya, tidak dapat memaksa BPK atau BPKP cepat mengeluarkan hasil audit. Sepenuhnya kewenangan lembaga tersebut. Tapi dia berharap, audit investigasi cepat selesai sehingga mempercepat proses hukum. “Itu wewenang BPK dan BPKP. Tapi saya akan bicarakan dengan lembaga tersebut,” ucapnya.
Sejauh ini proses hukum belum dimulai. Kapolda tidak dapat mencegah siapapun yang merasa terkait kasus ini menghilangkan jejak atau keluar daerah. Pencekalan baru dapat dilakukan saat seseorang ditetapkan menjadi tersangka. “Sekarang tidak dapat kita tahan orang untuk keluar daerah. Setelah jadi tersangka baru dapat dicekal,” ungkapnya.Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Suhadi menambahkan, pada 2008 pihaknya pernah menangani indikasi korupsi dana otonomi daerah Kota Pontianak. Berdasarkan temuan BPK, ada indikasi kerugian negara senilai Rp 11,5 miliar. Oleh BPK temuan tersebut diserahkan kepada polisi. “Langsung kita lidik waktu itu,” kata Suhadi.Namun sampai saat ini, proses hukumnya tidak pernah meningkat. Polisi telah mengajukan audit investigasi kepada BPK dengan nomor 788 / IX / 2008 tanggal 22 September 2008. Sampai sekarang belum keluar. “Penanganannya tidak dapat dilanjutkan. Karena untuk menetapkan tersangka harus ada audit investigasi. Kalau keluar, sekarangpun dapat kita tetapkan tersangka,” tegasnya.
Jangan Setengah Hati
Dewan Pimpinan Pusat Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) menyambut baik langkah Polda Kalbar yang membentuk tim untuk menyelidiki dugaan kerugian daerah bantuan sosial APBD Kota Pontianak Tahun Anggaran 2006-2008.“Kami menyambut baik langkah Kapolda yang langsung merespon hasil audit BPK Perwakilan Kalbar yang menemukan indikasi kerugian keuangan daerah Rp21,46 miliar. Tapi kami minta, kinerjanya jangan setengah-setengah,” kata Ketua LAKI Burhanudin Abdullah dihubungi Pontianak Post, Rabu (23/12).
Menurutnya, hasil audit BPK tersebut sudah tergambar jelas siapa-siapa saja yang bertanggung jawab dalam penggunaan dana bansos tersebut.Mulai dari mantan Walikota Pontianak Buchary A Rachman, mantan Sekda Pontianak Hasan Rusbini, serta beberapa pimpinan dan anggota DPRD Kota Pontianak periode 2004—2009.“Dari hasil audit tersebut sudah tergambar jelas persoalan-persoalannya serta dugaan unsur penyelewengan. Tinggal aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan yang harus sigap merespon,” katanya.Burhan berharap, penyelidikan yang akan dilakukan Polda Kalbar terhadap dugaan kerugian daerah penggunaan dana bansos Kota Pontianak ini tidak dilakukan setengah-setengah. “Pengusutannya harus tuntas. Jangan diambangkan status hukumnya. Ketika telah dilakukan penyelidikan dan penyidikan dan ada dugaan indikasi korupsinya, segera tetapkan tersangka. Jika tidak, memenuhi segera di SP-3 kan. Statusnya harus jelas,” kata Burhan.Dia tidak menginginkan jika kasus ini melemah di ujung penanganan dan segar diawal pembukaan kasus. “LAKI terus mengawal kasus ini. Baik yang sedang ditangani Poltabes terkait bansos Provinsi Kalbar, maupun yang mencuat sekarang ini yakni bansos Kota Pontianak,” ujarnya.
Perlu Kajian
Ketua Komisi B DPRD Kota Pontianak, Herman Hofi mengatakan seluruh komisi di dewan belum menerima laporan hasil pemeriksaan dana bantuan sosial dari BPK. “Belum didistribusikan ketua dewan ke seluruh komisi. Kami berharap dalam waktu dekat bisa segera didistribusikan sehingga bisa menindaklanjutinya,” ujar Herman di Pontianak kemarin.
Menurut Herman, dengan diserahkannya LHP tersebut oleh BPK, belum berarti adanya kerugian. Perlu ada kajian lebih lanjut dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Kajian ini untuk melihat secara pasti apakah ada indikasi kerugian negara yang ditimbulkan. “Pengujian ini adalah berupa proses hukumnya,” kata Herman.Temuan dari BPK ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik Pemerintah Kota Pontianak maupun anggota dewan yang menjabat sekarang. Kedepannya menjadi lebih transparan dalam penggunaan dana bantuan sosial. Herman mendukung upaya transparansi pemkot yang mengumumkan nama penerima dana bantuan sosial. “Itu suatu cara yang tepat. Jadi penerima bansos bisa dikontrol oleh masyarakat. Ini untuk menghindari penggunaan dana untuk kepentingan pribadi dan tak sesuai peruntukannya,” ujar Herman.(hen/zan/uni)