Pontianak Post. PONTIANAK. Pejabat eksekutif maupun legislatif yang tidak memenuhi panggilan Badan Pemeriksa Keuangan dapat dipidana. Hal ini dikemukakan Mudjijono, kepala Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Kalimantan Barat kemarin di Pontianak.“Aturan pidana ini diatur dalam Undang-undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam Pasal 24 ayat (1) setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta,” jelasnya.
Ia menjelaskan Pasal 10, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya. Selain itu, jelas Mudjijono, melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara, meminta keterangan kepada seseorang dan memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
“Sedangkan Pasal 24 ayat (3) setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta. Adapun Pasal 11 berbunyi dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang,” paparnya.
Mudjijono mengatakan hal ini merupakan panduan BPK dalam melaksanakan tugas. Dikatakannya, hasil audit merupakan landasan bagi eksekutif dan legislatif untuk berkoordinasi membahas APBD berikutnya.“Selain itu, hasil audit sebagai tolak ukur guna mengambil kebijakan dalam pembahasan APBD. Kami berharap apa yang kami sampaikan dapat menjadi panduan pengambil kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah,” ujarnya. (riq)