Delapan Kabupaten/Kota Terima LHP BPK

Equator, Rabu, 29 Juli 2009 , 15:05:00

PONTIANAK. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalbar menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan delapan kabupaten/kota secara serentak di kantor BPK, Selasa (28/7) kemarin. Kota Pontianak dan Kabupaten Kayong Utara (KKU) tidak diberikan pendapat alias disclaimer opinion (DO). “Faktor utama penyebab disclaimer opinion adalah sistem pengendalian intern keuangan berupa pencatatan transaksi dan pelaporan masih lemah,” kata Kepala BPK Perwakilan Kalbar, Drs Mudjijono kepada wartawan usai acara penyerahan LHP di Kantor BPK. Dengan kelemahan itu, laporan keuangan masing-masing daerah juga berpotensi tidak dapat diandalkan. “Laporan keuangan pada masing-masing SKPD (Struktur Kerja Perangkat Daerah) dengan hasil konsolidasi keuangan daerah pun tidak harmonis,” jelasnya. Selain Kota Pontianak dan KKU yang mendapat nilai DO, penyerahan LHP BPK juga dilakukan kepada enam kabupaten/kota lainnya yakni Kabupaten Pontianak, Sambas, Sanggau, Sintang, Ketapang dan Kota Singkawang. Seluruhnya mendapat penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP). LHP BPK diterima langsung para Bupati atau Wakil Bupati masing-masing Kabupaten. Sebagai tembusan, para Ketua atau perwakilan Ketua DPRD masing-masing daerah juga mendapatkan salinan laporan keuangan tersebut. Mudjijono menjelaskan, teorinya laporan keuangan disusun oleh masing-masing SKPD. Hasilnya dikonsolidasai menjadi laporan keuangan daerah. “Kenyataannya tidak demikian. Tidak semua SKPD menyusun laporan keuangan. Kalau pun menyusun, nanti kalau kita cocokin, hasilnya ndak cocok,” bebernya. Kelemahan lain, kata Mudjijono, kurang tingginya sumber daya manusia (SDM) pada masing-masing daerah. Kemungkinan salah nyata dalam pembukuan masih berpeluang terjadi. Pemda harusnya membuat semacam sistem IT terpadu agar pengeluaran SP2D (Surat Perintah Perjalanan Dinas) dengan biaya, akurat. “Sekarang memang sudah ada yang menerapkan, tapi masih belum sempurna,” sarannya. Terkait apakah ada potensi kerugian negara dalam laporan keuangan kedelapan daerah tersebut, menurut Mudjijono, masih terlalu dini menilai. Kerugian negara baru bisa diketahui setelah ada putusan pengadilan. “Tapi indikasinya ada,” yakinnya. Dari indikasi tersebut, BPK merasa perlu melakukan pendalaman materi. “Nanti seperti apa hasilnya. Kalau diperlukan, bisa saja dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau investigasi,” tegasnya. Sejauh ini, BPK memang sudah merencanakan pemeriksaan lanjutan kepada beberapa hasil temuannya. “Soal daerah, saya pikir belum waktunya diungkapkan. Yang jelas akan dilakukan dalam waktu dekat,” janjinya sembari mengatakan bahwa daerah yang mendapat DO tidak serta-merta berpotensi besar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Dalam penyerahan LHP itu, Bupati Sanggau Ir H Setiman H Sudin menyarankan agar BPK tidak hanya menilai, tapi juga membimbing. Saran itu menurut Mudjijono, bukan porsi BPK. “Kalau secara umum memberikan pengarahan, mereka datang, ngobrol-ngobrol, menanyakan segala sesuatu kelemahan dan sebagainya, kita bisa memberikan masukan,” katanya. Masalah Khusus laporan keuangan Kota Pontianak, BPK menemukan beberapa permasalahan yang menyebabkan mereka tidak memberikan pendapat. Penyebabnya, penyusunan laporan keuangan belum sesuai standar dan pengendalian kas daerah masih lemah. BPK RI merekomendasikan terkait pengelolaan aset daerah yang belum selesai dilakukan, penyajian nilai persediaan pada neraca tidak dilakukan berdasarkan inventarisasi fisik barang pada akhir periode akuntansi. Sedangkan pengendalian atas penggunaan anggaran pada Dinas Pendidikan dan Sekretariat Daerah juga menjadi temuan karena kurang didukung dengan bukti-bukti pertanggungjawaban. ”Indikasi kerugian daerah belum bisa kita pastikan karena ada 60 hari (waktu perbaikan). Ada juga kelebihan perjalanan dinas sekitar 300 juta harus dikembalikan,” kata Wali Kota Pontianak, Sutarmidji SH MHum. Dikatakannya, bantuan sosial merupakan temuan yang cukup besar. Masalah administrasi, pemborosan perjalanan dinas dan beberapa item lainnya juga menjadi temuan. “Semua harus ditangani dengan baik. Kalau perjalanan dinas, mulai sekarang aturannya akan diperjelas,” cetusnya. Disinggung apakah temuan itu masih tanggung jawab Sekda, Sutarmidji menjelaskan, pada Juni 2008 dirinya mundur sebagai Wakil Walikota. “Alhamdulillah yang diurus saya tidak ada temuan. Temuan yang besar itu kan bantuan sosial. Sekarang saya sangat ketat, tidak ada bantuan sosial yang lebih dari 50 juta,” katanya. Sutarmidji mengingatkan, temuan tersebut belum bisa dianggap sebagai kebocoran keuangan negara. “Bukan bocor. Hanya tidak ada SPJ-nya. Setelah 60 hari baru bisa dikatakan ini ada pelanggaran aturan,” ujar dia. Pemkab KKU yang mendapat predikat DO diakui secara jantan oleh Bupati KKU, Hildi Hamid. “Permasalahan kita yang paling mendasar adalah penguasaan pengelolaan keuangan,” ujar Hildi kepada wartawan. Salah satu penyebab kejadian tersebut, sebut Hildi, terbatasanya SDM. “Jangankan dari segi akuntansi, ada bendahara atau pengelola badan keuangan yang tidak mengerti cara pembukuan apa segala,” akunya. Kendati demikian, Pemkab KKU sudah berusaha melengkapinya. Para pengelola keuangan di KKU diberikan Bimbingan Teknis (Bimtek). “Saya berharap apa yang disajikan nanti bisa lebih cepat diperbaiki. Mudah-mudahan tahun 2009 dapat lebih bagus,” pungkasnya. (bdu)