Senin,25 April 2011
Jakarta, Kompas – Dua lembaga di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprotes laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Mereka menilai BPK memiliki cara pandang yang berbeda sehingga membuat hasil penghitungan menjadi tidak sama.
Kedua lembaga itu adalah Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta.
Dinas Perumahan keberatan atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II/2010 yang menyatakan, ada kelebihan bayar proyek kepada kontraktor sebesar Rp 8,44 miliar.
Sementara itu, BPLHD DKI Jakarta membantah laporan BPK yang menyebutkan, ada 931 perusahaan yang belum mempunyai lzin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dan 105 perusahaan belum memperpanjang IPLC pada 2009-2010. ”Jumlahnya itu hanya 836 perusahaan,” kata Peni Susanti, Kepala BPLHD DKI Jakarta, pekan lalu.
Dugaan penyimpangan
Laporan BPK Semester II/2010 menemukan dugaan penyimpangan penggunaan anggaran belanja daerah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 13,79 miliar. Dari jumlah itu, dana yang sudah dikembalikan ke kas daerah Rp 5,3 miliar. Sisanya, Rp 8,49 miliar, belum dikembalikan.
Dalam temuan itu disebutkan, ada volume pekerjaan yang belum diselesaikan kontraktor, tapi sudah ada pembayaran. Kelebihan bayar itu pada empat proyek gedung pemerintah, yakni Gedung Sarana Sosial Budaya Islamic Center Jakarta Utara (Rp 557,89 juta), Gedung Blok C dan D Kantor Wali Kota Jakarta Timur (Rp 1,93 miliar), Gedung Sayap Belakang Kantor Wali Kota Jakarta Selatan (Rp 2,36 miliar), serta Fasilitas Rekreasi dan Olahraga Boker Jakarta Timur (Rp 3,6 miliar).
Minta hitung ulang
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Agus Subardono meminta BPK menghitung ulang hal itu.
”Masih ada perhitungan internal yang tidak dimasukkan BPK. Kami akan komplain soal temuan yang dilansir BPK ini,” kata Agus.
Sementara itu, BPLHD akan memanggil 836 perusahaan yang belum mempunyai IPLC ke 13 sungai yang ada di Jakarta. ”Kami lakukan sosialisasi 27 April 2011 nanti ke semua pengusaha yang tidak punya izin,” kata Peni.
Sosialisasi itu dirasa penting karena pencemaran di 13 sungai itu sudah dalam status tercemar berat, 80 persen disebabkan limbah domestik.
Khusus Sungai Ciliwung, Kementerian Lingkungan Hidup bekerja sama dengan BPLHD DKI Jakarta dan Jawa Barat sudah membuat program terpadu.
”Tindak lanjut penanganan Sungai Ciliwung berkoordinasi dengan KLH, yaitu membuat raperpres (rancangan peraturan presiden),” katanya. (ARN)