Pontianak Post JAKARTA–Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengundang tiga lembaga penegak hukum (KPK, Polri, dan Kejagung) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk diberi penjelasan hasil audit investigasi atas Bank Century. Sembilan indikasi tindak pidana yang terkait bank itu dibahas dalam pertemuan tertutup di Kantor BPK kemarin (14/12). Namun, BPK menegaskan tidak memberikan penilaian atas pengambilan kebijakan bailout Bank Century. Anggota BPK Taufiequrahman Ruki mengatakan, spektrum audit BPK cukup luas. Yakni, mulai proses merger tiga bank menjadi Bank Century, praktik-praktik perbankan tidak sehat, pemberian bantuan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), hingga pelaksanaan bailout.
”Tapi, soal kebijakan bailout, BPK tidak melakukan audit. Itu kewenangan pemerintah. Kami tidak melakukan pemeriksaan atas itu,” kata Ruki dalam jumpa pers seusai pertemuan tertutup kemarin. ”Kami tidak menilai kebijakan pemerintah,” sambungnya.Kemarin Ruki didampingi anggota BPK lain, Hasan Bisri. Keduanya adalah perwakilan pimpinan BPK yang menandatangani hasil audit investigasi atas kasus Bank Century. Turut mendampingi, Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kepala PPATK Yunus Husein, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi, dan Direktur Penyidikan Kejagung Armin Syah.Hasan Bisri menambahkan, penilaian atas kebijakan bailout tidak mungkin dilakukan BPK. ”Saya katakan sejak awal bahwa BPK tidak menilai apakah kebijakan itu layak atau tidak. Karena itu, tidak akan pernah ketemu. Pasti kita akan dispute (perselisihan),” kata Hasan.
BPK hanya bisa mengemukakan fakta bahwa rapat KSSK tidak mempunyai data utuh untuk menentukan Bank Century sebagai bank gagal berisiko sistemik. Hasan mengatakan, berdasar notulensi rapat KSSK, Bank Indonesia (BI) tidak menyodorkan data mengenai Bank Century secara lengkap kepada Menkeu. Itulah sebabnya, ketika sudah diambil alih LPS, dana bailout yang dikucurkan jauh di atas perkiraan dan rencana awal BI. ”Saya beranggapan bahwa data itu tidak cukup utuh untuk menggambarkan sebuah bank bermasalah,” ujarnya.Hasan menceritakan, sejak lahir dari merger antara Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC, Bank Century telah melanggar BMPK (batas maksimumpemberian kredit). Bank itu membeli surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan perusahaan yang terafiliasi dengan pemegang saham pengendali (Robert Tantular, Rafat Ali Rizfi, dan Hesyam Al Waraq). ”Itu artinya sama dengan memberikan kredit. Itu melanggar BMPK,” kata Hasan.
Dia menambahkan, SSB itu belakangan diketahui tidak memiliki rating dan tidak terdaftar di pasar modal. Dengan demikian, menurut peraturan yang diterbitkan BI, seharusnya itu dinyatakan sebagai kerugian 100 persen. Pembelian SSB berbentuk valas itu juga melanggar posisi devisa netto atau ketentuan maksimal transaksi valas. Pelanggaran-pelanggaran itu, kata Hasan, sudah lama diketahui BI. Namun, ketentuan BI baru dilaksanakan pengurus baru setelah diambil alih LPS. Akhirnya, SSB yang dinyatakan tidak bernilai (bodong) ditetapkan sebagai kerugian 100 persen.
”Nah, penetapan kerugian seratus persen itu baru dilakukan setelah bank tersebut diambil alih LPS. Itulah yang menyebabkan dana bailout membengkak hampir 10 kali lipat lebih dari perencanaan atau laporan BI semula,” katanya.Hasan membenarkan, pelanggaran-pelanggaran Bank Century itu tidak diungkap lengkap dalam rapat KSSK. ”Makanya, saya katakan KSSK tak memiliki data yang cukup (untuk mengambil keputusan),” kata Hasan.Di sisi lain, Hasan juga membantah telah membocorkan rekaman rapat KSSK pada 21 November 2009. BPK memang memiliki rekaman dan notulen rapat KSSK. ”Tetapi, saya menjamin bahwa BPK tidak pernah membocorkan dan tidak ada kepentingan untuk membocorkan dokumen yang kami peroleh,” kata Hasan.Rekaman rapat KSSK bocor ke tangan anggota Pansus Bank Century DPR Bambang Soesatyo, dan digunakan untuk menuduh mantan Ketua KSSK yang juga Menkeu Sri Mulyani Indrawati melakukan pembicaraan dengan mantan pemilik Bank Century Robert Tantular. Tuduhan itu akhirnya tak terbukti setelah Sri Mulyani membuka rekaman video rapat itu.
Hasan mengatakan, kemarin Pansus Bank Century DPR meminta rekaman dan dokumen lain yang didapat dari KSSK. BPK tidak langsung memberikan, tapi berkirim surat dulu kepada pemerintah untuk meminta izin apakah dibolehkan memberikan dokumen dan rekaman kepada pansus.Sementara itu, dalam pertemuan tertutup yang dibuka Ketua BPK Hadi Purnomo kemarin, lembaga pengaudit itu membeberkan temuan-temuannya kepada KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan PPATK. Sembilan indikasi tindak pidana dipilah menjadi empat jenis. Yakni, tindak pidana umum, pidana pencucian uang, pidana perbankan, dan pidana korupsi. ”Tidak semuanya masuk dalam ranah pidana korupsi. Ada pidana perbankan, pidana umum, dan pidana pencucian uang,” kata anggota BPK Taufiequrahman Ruki. Nanti aparat penegak hukum akan berkoordinasi untuk menentukan jenis tindak pidananya. Ruki mencontohkan, pelanggaran BMPK masuk dalam tindak pidana perbankan. ”Kalau pelanggaran BMPK termasuk pidana perbankan, kita serahkan ke kepolisian. Nanti mereka bertiga (KPK, kepolisian, dan kejaksaan) akan koordinasi,” kata Ruki.
Temuan lain juga akan diselidiki oleh aparat penegak hukum. Soal merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC akan diusut apakah layak digabung menjadi Bank Century. Begitu pula praktik-praktik perbankan tidak sehat, yakni adanya SSB tidak berkualitas, hingga pemecahan deposito dengan tujuan tertentu. ”Kami juga menemukan adanya penggelapan,” kata Ruki.Plt Ketua KPK Tumpak H. Panggabean mengatakan, jika ada indikasi korupsi, kasus itu akan ditangani KPK. Saat ini Tumpak membenarkan sudah adanya indikasi pidana korupsi.
”Secara indikasi tentu ada. Kita masih melakukan penyelidikan tentang itu,” katanya.Hasil audit investigasi BPK belum bisa dijadikan KPK untuk mengambil kesimpulan. ”Tidaklah mungkin audit BPK itu saya bawa sebagai berkas perkara ke pengadilan. Tentu akan dilakukan pemeriksaan, penyitaan, dan penggeledahan kalau kita menemukan dua alat bukti yang cukup,” katanya.Tumpak belum mau membeberkan temuan mana yang terindikasi pidana korupsi. ”Kalau bertanya yang mana, penyelidikan itu, tentu kami rahasiakan hasilnya. Tetapi, kalau sudah di tingkat penyidikan, tentu kita akan terbuka menyampaikan kepada publik,” ujarnya. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengungkapkan, apa yang dibeberkan BPK kemarin sama halnya dengan yang digelar di KPK Jumat (11/12) pekan lalu. Menurut pengamatannya, di tiga fase yang dibagi KPK, yakni sebelum, saat dan setelah bailout ada pidana korupsi. ”Mungkin juga tiga-tiganya ada,” ujarnya. Namun, lembaganya belum menarik kesimpulan. KPK bakal menindaklanjuti lagi dengan penyelidikan mendalam. Bagaimana para pengambil kebijakan dalam bailout itu? Bibit mengungkapkan akan melihat niat proses pengambil kebijakan. ”Niatnya merugikan negara atau tidak. Semua kami lihat lagi secara detail,” jelas pria kelahiran Kediri itu.
Jaksa Minta Ekspose
Tim penyidik Kejagung kini menunggu gelar perkara dengan BPK untuk menghitung jumlah dana yang dilarikan ke luar negeri. Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku telah mengajukan permintaan tersebut ke BPK. Namun, hingga kini belum ada balasan. ”Sudah tiga minggu lalu (diajukan), tapi belum (ada jawaban),” kata Hendarman di sela Rapat Kerja Kejaksaan di Pusdiklat Kejagung, Ragunan, Jakarta, kemarin (14/12).Menurut dia, permintaan tersebut berbeda dengan rapat di BPK yang dihadiri lembaga penegak hukum, yakni KPK, kejaksaan, kepolisian, serta PPATK. ”Kalau kejaksaan minta ekspose (gelar perkara) dengan BPK tentang uang yang dilarikan (ke luar negeri),” terang mantan ketua Timtastipikor itu.
Berdasar temuan PPATK, aset di luar negeri mencapai Rp 11,9 triliun. Berdasar penelusuran PPATK, ditemukan aset Bank Century yang tersimpan di Hongkong dan Jersey, Inggris. Saat ini tim gabungan lintas departemen telah bertolak untuk mengecek aset-aset tersebut.Hendarman mengatakan, pihaknya terus melakukan pemeriksaan, termasuk Robert Tantular, mantan pemilik Bank Century. ”Sejauh mana dia mengelola uang itu,” terang jaksa kelahiran Klaten itu. Dalam kasus itu, Kejagung telah menetapkan dua tersangka. Yakni, Hesham Al Waraq (wakil komisaris utama) dan Rafat Ali Rizvi (pemegang saham mayoritas/pengendali).Sebelumnya, Hendarman menjelaskan, ada perbuatan melawan hukum, sehingga dana Rp 11 triliun itu bisa ke luar Indonesia. Hal itu berdasar kajian jajaran intelijen dan pidana khusus Kejagung. Dana tersebut dihimpun dari masyarakat dan menimbulkan kerugian pada perekonomian negara. (sof/git/fal/iro)